Beranda | Artikel
Hukum Permainan Capit Boneka
Senin, 16 Mei 2022

Hukum Permainan Capit Boneka

Pertanyaan:

Bagaimana hukum permainan capit boneka yang biasanya ada di pusat perbelanjaan. Biasanya berupa suatu mesin yang di dalamnya terdapat boneka-boneka dan pemain memasukkan uang agar bisa memainkan permainan ini. Jika pemain berhasil menggerakkan capit untuk mengambil dan mengeluarkan boneka, maka boneka tersebut menjadi miliknya. Namun jika ia tidak berhasil, maka ia tidak mendapatkan apa-apa. Bagaimana hukum permainan ini? Jazakumullah khairan.

Jawaban:

Alhamdulillah, ash-shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du.

Permainan capit boneka dan yang semisalnya, baik jika dimainkan menggunakan uang ataupun tanpa uang, hukumnya tidak diperbolehkan karena termasuk gharar (ketidakjelasan) dan maisir (judi).

Definisi maisir, dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin:

الميسر كل عقد يكون فيه العاقد إما غانما وإما غارما

al-maisir adalah semua akad yang pelaku akadnya bisa jadi untung atau bisa jadi buntung (rugi)” (At Ta’liq ‘alal Qawa’id wal Ushul Al Jami’ah, 117).

Berbeda dengan jual beli yang sah, ketika akad terjadi, pembeli tahu akan dapat barang atau jasa apa dan penjual tahu akan dibayar berapa. Adapun dalam maisir, ketika akad, pihak-pihaknya tidak tahu akan dapat apa nantinya? Akan mendapat berapa? Apakah akan untung ataukah akan buntung.  Dan unsur maisir ini terdapat dalam permainan capit boneka. Jika pemain mendapat boneka yang harganya melebihi uang taruhan, ia untung dan pemilik mesin rugi. Jika pemain tidak mendapatkan boneka tersebut, maka pemain rugi dan pemilik mesin untung. Sangat jelas unsur maisir di sini.

Sedangkan maisir sudah jelas larangannya dalam Al-Qur’an. Allah ta’ala berfirman:

إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, judi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al-Maidah: 90).

Allah ta’ala juga berfirman:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا 

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar (minuman keras) dan judi. Katakanlah, pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya” (QS. Al-Baqarah: 219).

Jika tanpa taruhan

Lalu bagaimana jika permainan ini tidak menggunakan uang taruhan? Jawabannya, andaikan permainan ini tidak menggunakan taruhan maka ini termasuk as-sabq (perlombaan) yang menjanjikan al-‘iwadh (hadiah) bagi pemenang. Menurut jumhur ulama, perlombaan yang berhadiah hukumnya haram dan termasuk qimar (judi) kecuali pada perlombaan yang bisa bermanfaat untuk jihad fi sabilillah. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

لا سبَقَ إلا في نَصلٍ أو خفٍّ أو حافرٍ

“Tidak boleh ada perlombaan berhadiah, kecuali lomba memanah, berkuda, atau menunggang unta” (HR. Tirmidzi no. 1700, Abu Daud no. 2574, Ibnu Hibban no. 4690, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi).

Ibnu ‘Abidin rahimahullah mengatakan:

لَا تَجُوزُ الْمُسَابَقَةُ بِعِوَضٍ إلَّا فِي هَذِهِ الْأَجْنَاسِ الثَّلَاثَةِ

“Maksudnya, tidak diperbolehkan lomba dengan hadiah kecuali dalam tiga jenis lomba yang disebutkan” (Ad Durr Al Mukhtar, 6/402).

Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah:

فَذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إِلَى أَنَّهُ لاَ يَجُوزُ السِّبَاقُ بِعِوَضٍ إِلاَّ فِي النَّصْل وَالْخُفِّ وَالْحَافِرِ، وَبِهَذَا قَال الزُّهْرِيُّ

Jumhur fuqaha berpendapat bahwa tidak diperbolehkan perlombaan dengan hadiah kecuali lomba memanah, berkuda, dan balap unta. Ini juga pendapat dari Az-Zuhri.” (Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah, 24/126).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengatakan: “Lomba yang berhadiah hukumnya haram kecuali yang diizinkan oleh syariat. Yaitu yang dijelaskan oleh sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam: “Tidak boleh ada lomba (berhadiah), kecuali lomba memanah, berkuda, atau menunggang unta”. Maksudnya, tidak boleh ada iwadh (hadiah) pada lomba kecuali pada tiga hal ini. Adapun nashl, maksudnya adalah memanah. Dan khiff maksudnya adalah balap unta. Dan hafir artinya balap kuda. Dibolehkannya hadiah pada tiga lomba tersebut karena mereka merupakan hal yang membantu untuk berjihad fi sabilillah. Oleh karena itu kami katakan, semua perlombaan yang membantu untuk berjihad, baik berupa lomba menunggang hewan atau semisalnya, hukumnya boleh. Qiyas kepada unta, kuda, dan memanah. Dan sebagian ulama juga memasukkan dalam hal ini perlombaan dalam ilmu syar’i, karena menuntut ilmu syar’i juga merupakan jihad fii sabilillah. Oleh karena itu perlombaan ilmu-ilmu syar’i dibolehkan dengan hadiah. Di antara yang memilih pendapat ini adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah” (https://www.youtube.com/watch?v=7xWSOcOWkXw).

Dengan demikian, karena perlombaan capit boneka tidak termasuk yang dapat membantu jihad fi sabilillah, maka hukumnya juga terlarang. 

Hukum memiliki dan memainkan boneka

Mengenai boneka yang ada dalam permainan capit boneka, ini pun ada pembahasan tersendiri. Pada asalnya terlarang memanfaatkan boneka yang berupa makhluk bernyawa, seperti boneka manusia atau binatang. Dari Abu Thalhah radhiallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

لَا تَدْخُلُ الْمَلَائِكَةُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلَا صُورَةٌ

“Malaikat tidak masuk ke rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar makhluk bernyawa” (HR. Bukhari no.3225, Muslim no.2106).

Kecuali jika boneka tersebut untuk dimainkan oleh anak-anak. Jumhur ulama membolehkan anak-anak memainkan mainan berupa patung atau boneka makhluk bernyawa. Sebagaimana dalam hadis dari Aisyah radhiallahu’anha yang beliau memainkan boneka anak perempuan dan boneka kuda, dan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tidak mengingkarinya. (HR. Abu Daud no.4932, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud).

Oleh karena itu, disebutkan dalam Fathul Baari (10/388) bahwa Ibnul Arabi mengatakan:

وهذا الإجماع محله في غير لعب البنات كما سأذكره في باب من صور صورة

“Ini (haramnya memanfaatkan gambar makhluk bernyawa yang lengkap anggota badannya) adalah ijma’ ulama, kecuali mainan anak perempuan sebagaimana yang akan saya sebutkan pada bab bentuk-bentuk gambar”.

Jika untuk sekedar permainan semata

Adapun jika seseorang memiliki mesin capit boneka sendiri, dan boneka di dalamnya juga milik sendiri, dan ia gunakan sekedar untuk permainan semata, dan yang memainkan adalah anak-anak, maka hukum asalnya boleh. Karena disini tidak ada unsur judi serta yang memainkan adalah anak-anak, bukan orang dewasa. Sehingga tidak terdapat illah (sebab) larangannya. Kaidah mengatakan:

الحكم يدور مع العلة وجودا وعدما

“Hukum itu tergantung ada tidaknya illah”.

Wallahu a’lam. Semoga Allah ta’ala memberi taufik.

***

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom. 


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/38533-hukum-permainan-capit-boneka.html